Masa muda tak akan lengkap rasanya tanpa dihiasi dengan berbagai kenakalan yang cenderung menimbulkan dampak negatif, saat aku menginjak tahun ketiga kuliahku, kampus melayangkan sebuah surat yang menyatakan bahwa aku di drop out. Hal tersebut tentu saja bukan tanpa alasan, aku mengakui bahwa saat kuliah dulu aku memang seorang mahasiswa yang sering melanggar larangan kampus, separah itu sehingga aku harus angkat kaki dari kampusku saat itu.
Saat kuliah aku adalah seorang mahasiswa jurusan Teknik Informasi, berbagai hal yang menyangkut komputer, jaringan, hingga sistem informasi aku kuasai, hal tersebut secara tidak langsung menjadi poin pendukung bagiku untuk dengan mudah mendapatkan pekerjaan yang berkaitan dengan ilmuku seperti service komputer, merancang situs web, dan lain sebagainya.
Beberapa saat setelah melepas almamater, aku bekerja remote sebagai admin di sebuah game online berbasis web di facebook, yaitu salah satu media sosial yang sedang naik daun saat itu. Aku memiliki jiwa wirausaha yang cukup kuat, mungkin salah satu dampak bawaan dari latar belakang keluargaku yang sebagian besar adalah seorang pengusaha.
Selain bekerja sebagai admin game online, aku juga memiliki sebuah usaha sampingan yaitu sebagai penjual ikan nila, untuk mendapatkan keuntungan aku membeli bibit ikan nila kemudian aku pelihara dengan cara memberinya makan serta merawatnya selama beberapa bulan hingga ukurannya menjadi lebih besar dan bisa dijual dengan harga yang lebih mahal.
Tak butuh waktu lama bagiku untuk menyadari bahwa usaha sampinganku saat itu adalah sebuah peluang usaha yang cukup menjanjikan, sehingga setelah melakukan beberapa pertimbangan, aku memutuskan untuk mengakhiri pekerjaanku sebagai admin game online, salah satu alasanku adalah karena aku ingin mengerucutkan fokusku pada usaha yang awalnya aku jadikan sebagai pekerjaan sampingan yaitu petani ikan nila.
Suatu hari, seorang pelanggan ku bercerita bahwa selain menjadi petani ikan nila, ia juga memelihara ikan lele yang nantinya akan dijual untuk dikonsumsi. Setelah mendengerkan ia bercerita, aku merasa tertarik, dan benar-benar tertarik, aku tidak tahu pasti apa yang membuatku terkesima, entah karena cara ia bercerita dengan tutur kata yang manis atau memang karena bagiku menjadi petani ikan lele adalah salah satu bidang usaha yang cukup menjanjikan, lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan ikan nila.
Mulai saat itu, akhirnya aku memutuskan untuk banting setir menjadi petani ikan lele. Masa-masa awalku menjadi petani ikan lele, aku mengontrak sebuah rumah dengan 3 kamar tidur seharga Rp. 10.000.000/tahun, di sanalah tempat yang menjadi sejarah pertamaku menjadi petani ikan lele, di rumah tersebut juga aku membuat sebuah kolam berukuran 6 meter persegi dengan kedalaman 1 meter, kolam tersebut aku buat dengan menggunakan bambu serta terpal yang sebelumnya sudah ku beli.
Dengan modal awal yang relatif kecil yaitu Rp. 500.000, aku menebar bibit ikan lele berukuran 9 sentimeter yang aku beli seharga Rp. 250/ekor, aku membelinya di Dinas Perikanan Kabupaten, saat itu aku belum menyadari bahwa harga tersebut terbilang cukup tinggi karena belakangan aku ketahui bahwa sebenarnya aku bisa membeli bibit ikan lele seharga Rp. 125/ekor dengan ukuran yang sama jika aku membelinya langsung di petani ikan lele, bukan di Dinas Perikanan Kabupaten, kejadian tersebut mungkin menjadi kesalahan pertamaku, karena seharusnya aku bisa mendapatkan harga yang 2 kali lipat lebih murah dibandingkan harga beliku saat itu.
Selama kurang lebih 60 hari atau 2 bulan aku merawat ikan-ikan leleku, senang sekali melihatnya tampak gesit dan sehat, selama itu aku memberinya makan yaitu konsentrat untuk ikan lele yakni Hi Provite 781-2 sebanyak satu karung dengan harga Rp. 230.000. Hasil dari penebaran bibit pertama tersebut cukup sukses, tapi cenderung balik modal saat itu karena selain ikan-ikannya aku jual, ada lumayan banyak yang aku bagikan ke teman-teman seperjuanganku, namun hal tersebut tidak menjadi masalah bagiku. Selanjutnya, modal sudah terkumpul, aku menebar bibit lele yang sama untuk kedua kalinya, aku mendapatkan harga yang cukup mahal, pikirku mungkin memang harga pasar sedang naik, jadi aku rasa tidak menjadi masalah, semuanya tampak normal di awal, tetapi perlahan ikanku satu-persatu mati karena ternyata bibit yang aku beli saat itu memiliki kualitas yang relatif buruk, banyak ikan yang penyakitan dan akhirnya mati sehingga membuatku merugi.
Dengan modal yang pas-pasan, kala itu aku memutar otak agar uang yang aku miliki cukup untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari sekaligus usaha ikan leleku tetap berjalan, akhirnya aku memutuskan untuk membeli bibit ikan lele yang lebih kecil dari sebelumnya, yaitu berukuran 2 sentimeter berjumlah 40.000 ekor. Ikan yang termasuk dari penebaran ketigaku akan aku jual sebulan kemudian ketika panjang tubuhnya mencapai 9 sentimeter, selama satu bulan tersebut aku memberi mereka makan dengan sekarung konsentrat PF500 yang aku beli dengan harga Rp. 230.000.
Penebaran ketigaku tersebut menghasilkan keuntungan bagiku, sehingga uang hasil panen tersebut bisa aku gunakan untuk membuat kolam baru dengan ukuran yang sama dengan kolam sebelumnya yakni 3mx2m atau 6 meter persegi, dalam pembuatan kolam tersebut aku menghabiskan biaya sekitar Rp. 300.000. Usahaku mulai menunjukkan perkembangan yang signifikan, aku melakukan setiap langkahnya dengan konsisten.
MENGANDALKAN TEKNOLOGI INFORMASI
Sebagai informasi, selama aku menjadi petani ikan, baik ikan nila maupun ikan lele, aku mengandalkan internet sebagai penuntunku dalam menjalankan usahaku tersebut, aku mendapatkan banyak pengetahuan di blog serta grup media sosial yang di dalamnya berisi orang-orang yang memiliki pekerjaan yang sama sepertiku, kami semua saling berbagi pengalaman serta saling membantu jika ada yang membuthkan bantuan. Dalam hal distribusi ikan, aku juga mengandalkan grup-grup semacam itu, dan selama ini aku merasa cara tersebut cukup efektif.
PRODUKSI BIBIT IKAN LELE LEBIH MENGHASILKAN
Selama ini aku membeli bibit ikan lele di orang lain, hal tersebut tentu terhitung sebagai modal yang harus dikeluarkan di awal. Namun ada saat ketika aku merasa cukup percaya diri untuk melakukan pembibitan sendiri, sehingga aku membeli beberapa pasang ikan lele yang bisa dikawinkan, cukup besar ukurannya, berat per ekornya bisa mencapai 1,5 kilogram. Aku membeli lele indukan di orang seharga Rp. 100.000/ekor, belakangan aku ketahui bahwa di pasaran normalnya harga indukan ikan lele hanya seharga Rp.18.000/kilogram, jadi tinggal dikalkulasi harga perkilogram dengan berat induk ikan lele tersebut, hal tersebut adalah kesalahan bagiku, tapi tak apa karena bisa menjadi evaluasi untuk kedepannya.
Singkat cerita setelah merasa cukup akan teori yang aku dapatkan dari internet, aku mencoba menerapkannya dalam perkawinan ikan lele pertamaku, aku menyatukan sepasang ikan lele pada satu kolam dengan air baru yang jernih serta tak lupa meletakkan dalam kolam serangkai ijuk yang dipasang pada sebatang bambu, berguna bagi indukan untuk menyimpan telur-telurnya. Ikan yang sudah menetas aku besarkan dengan memberinya pakan berupa cacing sutra secara rutin. Merasa sukses, aku menambah jumlah lele indukku hingga totalnya mencapai 140 ekor. Karena hal tersebut, aku meraup keuntungan yang lumayan besar hingga dalam satu bulan aku bisa 3 kali panen sukses.
PENGHASILAN
Sama seperti bidang usaha pada umumnya yang hasil perbulannya tidak menentu, begitupun dengan bidang usaha ini, tetapi pada pengalamanku aku bisa mendapatkan keuntungan bersih sekitar Rp. 2.000.000 disaat bisa memanen bibit ikan lele sebanyak 3 kali dalam sebulan. Jadi semoga bisa menjadi gambaran keuntungan bekerja sebagai peternak ikan lele.
PENGALAMAN YANG BISA DIJADIKAN PELAJARAN
Selama beberapa tahun bekerja sebagai peternak ikan lele, aku memiliki cukup pengalaman yang bisa diceritakan dan bisa dijadikan pelajaran. Salah satunya disaat aku merasa semuanya berjalan dengan normal, aku pernah meremehkan sesuatu yang krusial yakni ketika cuaca sedang ekstrem, seharian sangat panas, kemudian malamnya sangat dingin, atau sebaliknya.
Cuaca yang ekstrem bisa menyebabkan suhu air kolam tidak stabil sehingga memperbesar kemungkinan matinya ikan-ikan yang ada di kolam. Tindakan yang seharusnya dilakukan adalah mengganti air kolam secara berkala ditengah cuaca ekstrem seperti itu. Saran lain selama menjadi peternak ikan lele adalah selalu berusaha sekuat tenaga dan berdoa untuk meminta kelancaran dalam usaha, karena dalam selama beberapa kali usahaku pernah diganggu oleh makhluk alam lain yang dalam pandanganku sendiri ia sedang mengobok-obok kolam ikanku sehingga ikanku stress lalu kemudian mati.
Demikian pengalaman ku aku tulis sedemikian rupa agar bisa menjadi manfaat kepada para pembaca sekalian. Semoga menjadi berkah.