Rasanya Pertama Kali Jadi Estimator Bangunan, Ini Pengalaman Kerjaku!

Sebagai seorang lulusan sarjana, kebanyakan orang pasti sudah berekspektasi akan bisa bekerja di suatu perusahaan besar. Mendapatkan posisi yang keren dan gaji yang tinggi dengan berbekal ijazah S1. Nggak apa-apa sih. Wajar. Setiap orang boleh kok berharap.

Tapi, hal itu tentunya jauh buat mereka yang nggak punya koneksi. Seperti saya salah satunya. Meski sudah beberapa kali bekerja saat kuliah, tapi saya belum pernah bekerja yang sesuai bidang kuliah saya. Setelah lulus, akhirnya saya mencoba melamar pekerjaan yang sesuai dengan bidang kuliah saya, Teknik Sipil.

estimator

Saat itu saya mengetahui sebuah lowongan dari seorang teman. Bukan perusahaan besar. Masih CV. Lowongan yang tersedia saat itu adalah drafter alias tukang gambar. Sebenarnya saya tidak begitu lihai dalam menggambar bangunan. Tapi, nggak ada salahnya kan saya coba? Selang beberapa lama saya dipanggil buat interview dan diterima kerja.

Baca juga: Pengalaman Kerja Sekretaris Manajer, Bonus THR Tidak Turun

Job desk

Perusahaan tempat saya kerja ini bergerak dibidang konstruksi bangunan. Bukan cuma bangunan fisik, tapi juga interiornya. Bisa dibilang lebih dominan interior. Awalnya waktu masuk perusahaan ini saya kira bakalan ditempatkan dibagian sipil. Tapi, ternyata karena masih belum nemu estimator untuk interiormya, jadi saya merangkap keduanya. Jadilah saya estimator bangunan dan juga interior.

Sebagai fresh graduate, disini saya bener-bener belajar dari 0. Kalo dulu waktu tugas desain estimasi nggak sesuai paling-paling dapet nilai jelek, di dunia kerja bakalan bisa fatal. Salah hitung sedikit bisa kacau. Kelebihan atau kekurangan. Misalnya, di rab ditulis butuh material besi 100 lonjor, tapi ternyata di lapangan cuma butuh 80 lonjor. Lebihnya 20 lonjor bakalan keitung rugi perusahaan kalo nggak bisa dialihkan ke bagian yang lain. Termasuk sebaliknya. Waktu di rab ditulis butuh 100 lonjor besi, tapi ternyata di lapangan butuh 120 lonjor besi berarti kita harus cari 20 lonjor besi lagi. Iya kalo ready? Kalo nggak gimana? Jadi, bisa dibilang estimator punya peranan penting di dunia proyek.

Baca juga:  Pengalaman Kerja Tour Leader di PT Palawi T&T, Travelling Gratis Dibayar Pula

Jadi estimator tentunya kudu punya beberapa keahlian khusus. Meski berdasarkan namanya, estimate, yang berarti mengestimasi, bukan cuma hitungan aja yang kudu bisa. Tapi. Membaca gambar juga kudu bisa. Buat estimator, seenggaknya kudu bisa baca gambar kerja 2D (shopdrawing).

Finalisasi gambar kerja

gambar kerjaKalo di tempat saya, begitu gambar kerja turun saya kudu cross check ke bagian pelaksana, drafter, dan bahkan pimpinan proyek (pimpro). Soalnya kadang ada salah paham antara pimpro sama drafter. Misalnya setelah meeting, pimpro bilang ke saya semua update terbaru proyek. Jadi, saya juga kudu bilang ke drafter biar mereka gambar sesuai permintaan. Begitu juga sebaliknya. Bisa dibilang dunia proyek itu dinamis karena semuanya bisa berubah kapan aja sesuai kemauan owner.

Baca juga: Pengalaman Kerja Sebagai Tour Guide Lepas, Hobi Travelling!

Membaca gambar (Autocad 2D)

Sebagai estimator, saya tentunya bakalan bersinggungan sama software gambar. Yang paling sering dipake adalah Autocad. Jenisnya Autocad sendiri ada beberapa jenis, tapi seenggaknya bisa pake yang 2D. Karena kita bakalan diminta menghitung kebutuhan material lewat volume pekerjaan.

Untuk menghitung volume pekerjaan sendiri juga sebenernya simple. Cukup pake rumus bangun ruang matematika dasar. Kecuali di beberapa kasus yang lebih rumit kayak menghitung jumlah kebutuhan bata ringan atau sengkang besi pada balok kolom. Kalo yang ini ada rumusnya sendiri kayak yang udah diajarin di bangku kuliah ya.

Ini berlaku untuk estimasi bangunan dan interior. Tapi, semuanya tergantung perusahaan. Kalo kebetulan staffnya semua pada ada, berarti kerjaan kamu bakalan lebih gampang dan cepet. Kalo di tempat saya karena menangani beberapa proyek sekaligus dan otomatis kejar-kejaran deadline, kadang belum sempet keluar gambar 2D, saya udah disuruh ngitung kasaran nanti hasil akhir bisa di up sekian persen. Jadi, mau nggak mau kudu bisa pake aplikasi Autocad 3D ataupun Sketchup karena gambar kerja (2D) belum jadi.

Baca juga:  Pengalaman Bekerja Sebagai Pemilik Toko Sembako: Jatuhnya Usaha Itu Sudah Biasa

Membuat rencana anggaran biaya (RAB)

estimasiUntuk membuat rencana anggaran biaya (rab), saya pake harga satuan pokok pekerja (hspk) daerah proyek tersebut. Misalnya proyeknya di Surabaya, ya berarti saya pake hspk Surabaya.

Bikin rab bisa dibilang gampang-gampang susah. Tiap pekerjaan harus di breakdown satu per satu. Misalnya untuk pekerjaan tanah bakalan dibagi jadi galian, urugan, dll. Kudu detail dan nggak boleh sampai ada yang kelewatan.

Kalo di tempat saya, sebagai estimator saya kudu menyiapkan anggaran untuk dealing dengan client dan juga memantau progress pekerjaan. Setelah proyek selesai, saya harus merekap dan membuat laporan perbandingan dengan anggaran awal sesuai atau nggak.

Untuk membuat rab dealing dengan client, biasanya saya perlu waktu paling lama satu minggu.

Baca juga: Pengalaman Kerja Part Time Guru Les di Perancis, Ini Caritaku!

Melakukan purchasing

Selain membuat rab, job desk saya di perusahaan ini juga termasuk melakukan pembelian material. Dulu saya kira pesen material itu gampang. Tinggal bilang material yang dipesen sesuai spek di langganan, udah ntar tinggal di kirim. Ternyata nggak juga. Waktu material yang dibutuhkan nggak ada, saya kudu cari alternatif tempat lain.

Syukur-syukur kalo saya bisa nemu di distributornya langsung. Selain stocknya banyak, harga juga pastinya lebih murah. Tapi, kalo nggak nemu distributor, alhasil kudu cari di toko-toko biasa yang otomatis bakalan lebih mahal. Budget yang udah disetting di awal juga bisa jadi over karena ini.

Maka dari itu, biasa kalo saya ada waktu luang saya cari-cari no telpon distributor material yang biasa saya butuhin. Buat jaga-jaga aja. Atau kalo nggak bisa nanya sama temen-temen kuliah.

Penjadwalan pengiriman material

Biasanya kalo udah sore saya bikin jadwal buat para pekerja besoknya. Disini saya juga kudu kordinasi sama pelaksana lapangan. Biar jadwalnya nggak bentrok dan efisien.

Untuk menghindari saling menyalahkan, di setiap pekerjaan pasti ada surat perintah kerja (SPK). Di surat itu tertulis nama pekerja terkait, waktu, tugas, material yang diperlukan, dan juga tanda tangan pimpro.

Baca juga:  [Study Kasus]: Pengalaman Membeli Blog Niche Matematika

Baca juga: Pengalaman Pindah Bidang Industri dari Manufaktur ke Startup IT

Rekapitulasi anggaran awal dan realisasi

Setelah proyek selesai, saya juga kudu buat rekapitulasi anggaran. Biasanya hal ini saya lakukan supaya tahu sesuai nggaknya anggaran awal yang dibuat dengan anggaran realisasi.

Tips and trick

Buat kamu yang pengen kerja jadi estimator, saya punya beberapa tips and trick yang semoga bisa membantu

  1. Pastikan skill yang dibutuhkan adalah yang kamu kuasai. Kayak Excel, Autocad, dan Sketchup.
  2. Sebelum masuk, pastikan menanyakan job desk. Biar nggak kelabakan kayak saya. Yang awalnya estimator, eh ternyata ikutan juga purchasing dan briefing pekerja. Hal ini nggak bakal kamu alami sih kalo ada di perusahaan besar.
  3. Setelah paham job desk, tanya gaji yang akan kamu terima. Dulu awal masuk, gaji saya 3 juta dan naik perenam bulan. Buat fresh graduate, saya rasa cukup sadar diri aja. Kita kan juga butuh pengalaman kerja. biasanya kita bisa mengajukan kenaikan gaji kalo job desk kita bertambah nggak sesuai dengan kesepakatan awal.
  4. Pahami lingkup kerjaan kamu. Mulai dari apa aja yang jadi tanggung jawabmu dan dengan siapa kamu bakal berkordinasi. Pastikan tahu nama dan jabatan mereka biar nggak salah paham.
  5. Usahakan selalu inisitif kalo memang ada yang salah langsung tanya. Jangan sampe ada kata-kata ‘saya kira…’ itu bakalan bikin pecah perang dunia ketiga.

Jadi estimator itu menantang. Karena kamu punya tanggung jawab besar dalam sebuah proyek. Berhasil nggaknya sebuah perusahaan menangin tender juga bergantung sama estimatornya. Semoga bermanfaat!

Bagikan:

Tinggalkan komentar