Pernah membayangkan bekerja di sebuah café atau restoran? Atau coffee shop? Terlihat keren dan menyenangkan ya. Kalau orang lain bekerja di sudut kantor yang membosankan, kita bisa duduk-duduk cantik sambil menyeruput nikmatnya kopi. Apalagi dengan semakin berkembangnya dunia kopi saat ini. Siapa sih yang tidak tertarik melihat gaya keren para barista?
Tapi apakah semuanya seindah apa yang terlihat?
Untuk saya, TIDAK. Butuh perjuangan luar biasa untuk bisa bertahan di dunia Food & Beverage (F&B). Apalagi untuk saya yang tidak memiliki basic apapun dalam dunia ini, tiba-tiba diterjunkan langsung untuk mengelola unit bisnis F&B baru dengan 6 cabang sekaligus. Memiliki passion saja tidak cukup, banyak hal yang harus dilakukan.
Baca Juga : Bekerja Di Perusahaan Multinasional Wilmar, Harus Tahan Banting!
Saya harus paham SOP – Dunia F&B memiliki SOP yang luar biasa ketat. Sedikit saja salah dalam proses pengolahan bisa berakibat fatal. Makanan dan minuman yang kurang matang atau tidak higienis bisa berefek buruk bagi kesehatan konsumen, kematangan atau overcooked menyebabkan rasa menjadi berbeda, penyajian yang tidak menarik tidak akan membuat konsumen tertarik untuk menikmati, sedikit saja terjadi salah takaran bisa mengakibatkan rasa berubah, dan masih banyak lagi.
Itu masih soal makanan dan minuman. Belum lagi masalah kebersihan, servis, dan masih banyak lagi. Intinya kalau teman-teman tertarik untuk bekerja di dunia ini, sebelumnya mulailah dengan mengunjungi banyak café/ restoran/ coffee shop. Perluas wawasan dan referensi.
Baca Juga : Pertama Kerja di Perusahaan Konsultan Manajemen: Memahami Atasan dan Rekan Kerja
Saya harus selalu mengikuti trend – Bisnis F&B tidak menjual makanan dan minuman sebagai kebutuhan pokok. Yang mereka jual adalah lifestyle. Dengan tidak mengikuti trend, sama artinya dengan kita berusaha membunuh bisnis ini perlahan-lahan.
Minimal seminggu sekali saya jadwalkan mengunjungi café/ restoran/ coffee shop yang sedang banyak diperbincangkan. Di sana saya pun tak pernah malu untuk bertanya apa yang menjadi menu rekomendasi, bahan-bahan utama, dan berbagai pertanyaan lain.
Minimal saya menghabiskan waktu 4 jam setiap kali berkunjung. Supaya apa? Agar saya tahu apa yang menjadi kelebihan dari tempat tersebut, apa yang membuat pengunjung tertarik datang.
Catatan-catatan itulah yang nantinya akan saya bawa sebagai bahan untuk berdiskusi dan menentukan strategi baru bersama tim.
Baca Juga : Pengalaman Pindah Bidang Industri dari Manufaktur ke Startup IT
Saya harus bisa mengatur inventory – Ini salah satu hal yang paling susah bagi saya pada awalnya. Ingat, sebelumnya saya berkecimpung dalam dunia retail, buku lebih tepatnya. Kurang stok? Bisa transfer dari toko sebelah. Kelebihan stok? Retur ke supplier. As simple as that.
Begitu masuk ke dunia F&B, semua ilmu yang saya miliki tidak bisa lagi diterapkan. Kelebihan stok? Busuk. Harus dibuang. Bayangkan kalau kita memesan terlalu banyak sayuran, dan tidak habis dalam 2 hari. Meski disimpan di kulkas, sayuran tetap layu dan tidak segar lagi. Mau dipaksakan diolah pun, tentunya akan mengurangi kualitas makanan.
Urusan daging apalagi. Ini bagai hidup dan mati untuk saya. Pernah saya harus menghadapi badai bencana ketika 300kg daging ayam menjadi busuk gara-gara freezer yang rusak. Sekian banyak daging terbuang, belum lagi baunya yang memenuhi ruangan.
Atau urusan tulang ayam. Mungkin terlihat sepele, tapi bayangkan berapa banyak tulang ayam yang terkumpul setiap harinya. Mau dijual, peminatnya sedikit. Mau dibuang, terkadang masih dibutuhkan untuk membuat kaldu. Mau disimpan, sayang amat freezernya penuh hanya oleh tulang.
Belum lagi kopi. Penyimpanan kopi harus dilakukan dengan sangat baik. Sedikit saja terekspose udara, maka akan mengubah rasa dan aromanya. Terkadang ketika kita memesan biji kopi pada supplier, yang dikirim adalah kopi yang telah di-roast cukup lama. Tentu saja kualitas biji berkurang.
Saya harus paham semua detail komponen biaya dalam menentukan harga – Mengurus financial di dunia F&B jauh lebih sulit daripada di retail. Ada komponen biaya tambahan yang harus diperhitungan dalam menentukan harga setiap menu. Dulu saya berpikir, cukuplah hitung harga bahan pokoknya saja. Tapi ternyata tidak semudah itu.
Biaya gas, minyak goreng, garam, dan segala sesuatu yang wajib dimasukkan dalam menentukan harga menu haruslah dimasukkan. That’s why, segala sesuatunya harus tertakar.
Lalu ada lagi service charge untuk karyawan. Beberapa tempat mungkin memisahkan service charge sebagai biaya tambahan, misalnya beberapa restoran fast food. Di tempat saya, semua sudah dimasukkan dalam harga yang harus dibayar oleh konsumen.
Urusan kenaikan harga pokok di saat-saat tertentu, lebaran misalnya, juga bisa mengakibatkan masalah besar. Mau menumpuk stok sebelumnya pun tidak memungkinkan. Ingat, disini kita berurusan dengan bahan-bahan segar dengan masa simpan yang terbatas.
Sebenarnya masih banyak sekali yang harus saya pelajari saat saya memulai langkah pertama saya di dunia F&B. Namun seiring berjalannya waktu, tiga hal itu menjadi hal yang paling penting untuk saya perhatikan. Ditambah 1 lagi : urusan HR.
Urusan HR menjadi penting karena pada akhirnya yang akan menjalani segalanya adalah mereka. Saya boleh saja punya standar dan sistem, tapi ketika saya tidak men-share itu dengan baik, maka karyawan pun tidak akan memiliki komitmen yang cukup kuat. Konsistensi dalam segala hal adalah penting, dan karyawan adalah kunci dalam memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik.
Terimakasih sharingnya kak,banyak ilmu yg dapat saya ambil disini, saya tertarik untuk membuka usaha FnB.