Ketika Introvert Menjadi HRD Fresh Graduate, Ini Rasanya!

Saya adalah tipe orang Intuiting introvert. Ya, saya seorang introvert, dimana menurut Wikipedia  seorang introvert biasanya cenderung pendiam, suka merenung, lebih peduli tentang pemikiran mereka dalam dunia mereka dendiri dan mendapatkan ilham/ide dengan menyendiri.  Jadi bisa dibayangkan bagaimana susahnya menjadi seorang HRD dengan tipe kepribadian introvert.

Semenjak bangku sekolah saya adalah tipe pendiam, tidak pernah terlibat organisasi baik di SMP maupun di SMA. Pemalu yang bahkan ketika mempunyai jam baru ketika dibawa ke sekolah, Saya cenderung menyembunyikan tangan, agar tidak ada yang lihat dan biasa terhindar dari perhatian banyak orang. Begitulah gambaran saya semasa sekolah.

hrd fresh graduate

Bahkan apabila guru menanyakan sebuah pertanyaan mengenai pelajaran, meskipun Saya mengetahui jawabannya, Saya akan memilih untuk diam dan tidak ikut berebut mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan.Masa kelam sebagai pemalu ini, berakhir ketika kuliah. Saya mencoba untuk perlahan membuka diri untuk dunia luar, dimulai dari ikut kepanitiaan untuk kegiatan kampus yang berskala Nasional.

Dari sana Saya mulai merasa bahwa Saya juga bisa melakukan sesuatu. Saya juga ikut sebagai anggota BEM dan Unit kegiatan mahasiswa. Which is, tanggung jawab yang saya emban dalam organisasi masih kecil, meskipun membuat saya memiliki satu hal yang perlu diurus selain diri saya sendiri.

First Day at Work

Semua hal terasa berbeda ketika saya mendapatkan pekerjaan sebagai manajer HRD. Saya masih ingat dihari pertama saya, saya diminta untuk perkenalan diri ketika briefing. Dengan langkah gugup Saya memperkenalkan nama, asal, dan beberapa hal teknis lainnya.

Saat itu, Saya berpikir dalam hati, okey, hari pertama sepertinya tidak mengejutkan seperti yang disampaikan berbagai orang mengenai First day at work. Dari pengamatan saya secara kilat, karyawan disini sebagian besar memiliki umur diatas saya, bahkan ada yang sudah seumuran dengan orang tua saya. Bekerja disini membuat saya harus bisa memilah bagaimana untuk berkomunikasi dengan berbagai orang, mulai dari tamatan SMP ( umumnya pekerja seperti sopir, tukang masak), sampai dokter spesialis. Ya, saya bekerja sebagai HRD di Rumah Sakit.

Baca juga:  6 Cara Mengatasi Stres Kerja Menurut Mangkunegara, Wajib Dicoba!

Tugas pertama yang saya dapat dihari kedua adalah membacakan Surat Keputusan (SK) untuk rotasi karyawan yang sudah disetujui sebelumnya (sebelum saya bekerja disini) di depan seluruh karyawan yang dinas pagi. Saya membacakan SK dengan suara yang dibuat setenang mungkin. Setelah dibacakan, langsung ada seorang karyawan yang langsung mengkonfrontasi yang menanyakan bagaimana prosedur yang Saya buat untuk rotasi ini? Rotasi karyawan harus ada prosedurnya dan perlu dipertimbangkan masak-masak.

hrd fresh graduate

Didalam hati Saya mencoba mensugesti diri untuk bersabar dan harus bersikap tenang. Lalu Saya menjawab nanti akan kami bicarakan dengan pihak manajemen sembari menebar senyum agar menenangkan masa yang mulai grasak – grusuk dihadapan Saya. Mereka tampak sedang berbisik membahas rotasi, karena setiap rotasi akan berdampak pada tugas apa yang akan mereka kerjakan kedepannya.

Dari kejadian ini saya belajar bahwa setiap akan memberikan pengumuman atau apapun dihadapan karyawan, Saya harus mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan yang akan diajukan kepada saya nantinya. Dalam berbagai kesempatan saya terkadang melakukan brainstorming dengan rekan di ruangan saya mengenai pertanyaan-pertanyaan yang akan dimunculkan oleh karyawan ketika saya mengumumkan sesuatu. Ajaibnya, berbagai pertanyaan yang kami prediksi diberikan oleh karyawan ketika sebuah keputusan diumumkan benar-benar sesuai dengan yang diajukan oleh karyawan.

Meskipun dengan posisi HRD jangan bayangkan semua karyawan tidak menerapkan senioritasnya. Terkadang saat Saya berjalan dihadapan karyawan, masih ada beberapa yang tidak menyapa saya. Dan ketika Saya perhatikan yang tidak menyapa biasanya karyawan senior.

Komunikasi adalah Kunci dalam peran sebagai HRD

Untuk itu Saya memulai untuk menyapa mereka agar komunikasi menjadi terjalin. Ini sangat jauh berbeda dengan kepribadian Saya yang biasanya, yang cenderung cuek dan selalu berbicara apa adanya. Saat menjadi HRD kita harus bisa menjaga terjalinnya hubungan antara pihak pemilik dengan karyawan.

Baca juga:  7 Ide Usaha Rumahan yang Lagi Trend 2023, Buka Usaha Yuk!

Karena apabila kita salah dalam menyampaikan suatu hal, maka akan ada pihak yang merasa dirugikan dan akan mengganggu pelayanan di Rumah Sakit. Membuat orang menghargai kita merupakan hal yang perlu dipelajari seumur hidup. Berawal dari kita harus menghargai diri kita sendiri. Saya masih ingat ketika suatu kali Saya harus memanggil seorang karyawan yang membuat kesalahan dan perlu ditindak lanjuti oleh HRD.

hrd fresh graduate

Setelah menunggu 30 menit di kantor Saya, karyawan ini tak kunjung datang, dan Saya kembali menelpon unit karyawan tersebut dan menyampaikan bahwa karyawan yang bersangkutan harus berada di ruangan Saya saat ini juga. Setelah beberapa saat akhirnya karyawan yang bersangkutan datang, dan saya memulai sesi untuk mendengarkan apa permasalahan yang terjadi dari sisi karyawan. Namun sebelumnya saya juga sudah menemukan gambaran kejadian dari atasan langsung karyawan tersebut.

Lalu karyawan ini menceritakan masalah yang terjadi dan saya catat di catatan saya. Saya juga menanyakan kenapa ketika HRD memanggil tidak langsung menghadap?, karyawan ini mengatakan kalau tadi sedang ada pekerjaan yang sedang dikerjakan. Well, alasan ini bisa diterima, karena saya pribadi terkadang masih insecure, apakah saya memiliki wibawa yang cukup untuk mengendalikan semua karyawan untuk bekerja sesuai porsi masing-masing.

Seiring berjalannya waktu Saya juga belajar bahwa ketika menjalankan pekerjaan ini saya juga perlu menciptakan kenyamanan bagi setiap karyawan. Ketika saya melihat kilas balik perjalanan Saya sebagai HRD, Saya merasa telah berubah menjadi pribadi yang bahkan sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Seperti menjadi salah satu penentu calon karyawan diterima atau tidak, berbicara dihadapan seratus orang mengenai project saya dan bahkan melakukan eksekusi kepada seorang karyawan yang dinilai secara objektif tidak memiliki kompetensi yang cukup untuk bekerja kembali ditempat kami.

Bagikan:

Tinggalkan komentar