Pengalaman Pindah Bidang Industri dari Manufaktur ke Startup IT

Belakangan ini industri teknologi atau lebih spesifiknya IT sedang naik daun. Selain gajinya yang –katanya–  gede (bahkan mencapai dua digit untuk posisi entry), pridenya juga tinggi. Kalau denger temen ada yang kerja di startup seperti GoJek, Traveloka, atau sebangsanya, kedengerannya tuh waw keren banget.

Startup dan pesonanya

Kerja di bidang IT, terutama startup tuh bayangannya kerjaan millennial banget. Baju bebas pake apa aja, masuk jam berapa aja bebas, kantornya seru, temen-temennya banyak yang sebaya pula, siapa yang nggak mau coba? Berangkat dari bayangan manis ini akhirnya saya memutuskan untuk murtad dari dunia manufaktur ke startup IT.

Kantor Startup

Saya mulai browsing-browsing situs pencari kerja seperti kalibrr, glints, techinasia, dan linkedin. Ternyata dari mulai mencari pekerjaan yang mau dilamar pun sudah menantang. Karena background saya nggak match dengan posisi yang ada di perusahaan IT, saya pun bingung mau lamar bagian apa.

Mencari-cari peluang

Mula-mula saya coba melamar startup di bagian-bagian yang kualifikasinya all major karena background pendidikan saya pun bukan IT. Posisi yang saya lamar bisaanya yang berbau business seperti business development dan business analyst karena bisaanya posisi-posisi ini masih mau menerima jurusan engineering.

Semua perusahaan saya coba daftar dari mulai perusahaan unicorn hingga startup yang belum terlalu besar. Rasanya cari kerja yang ini lebih sulit daripada pertama kali saya cari kerja. Tapi saya belum mau menyerah karena saya masih memiliki keinginan yang kuat untuk bisa ngantor di startup dengan jam kerja yang bebas.

Baca juga:  Pengalaman Reschedule Tiket Pesawat dan Hotel di Traveloka

Setiap hari saya meluangkan waktu untuk melamar setidaknya sepuluh lowongan dan akhirnya panggilan untuk tes tahap selanjutnya mulai berdatangan. Saatnya mulai cari-cari alasan ke atasan untuk izin interview!

Setelah saya mengikuti beberapa proses seleksi, satu hal yang saya notice dari proses rekrutmen di startup IT adalah tesnya agak berbeda dengan tes pekerjaan lama saya. Tes di startup-startup ini agak lebih unik dan belum pernah saya jumpai sebelumnya. Beberapa kali saya mendapatkan tes logika dengan model seperti games-games logika.

Kreatifitas dalam berpikir merupakan salah satu faktor yang dicari pada karyawan startup sepertinya, berbeda dengan perusahaan manufaktur yang cenderung mencari orang yang dapat mengikuti aturan dengan baik.

Welcome IT startup world!

Setelah mengikuti sekian banyak proses rekrutmen, akhirnya penantian panjang berbuah manis. Saya diterima di salah satu startup IT sebagai Business Architect. Apa itu Business Architect? Saya pun bahkan gatau awalnya, bodo amat yang penting saya masuk perusahaan IT!

Awal mula saya masuk saya diberi pengarahan sama HRDnya. Aturan kerja disini ternyata nggak se flexible yang saya bayangkan tapi ternyata saya dapat bos orang India yang super slow banget. Dia nggak peduli saya mau datang ke kantor atau mau kerja diluar tapi yang penting hasil kerjaan oke dan selesai.

Adaptasi

Awal saya bekerja, saya belajar untuk membuat business capability model dan business context diagram. Saya membuat BCD dan BCM dari produk-produk yang sudah ada, atau bahasa kerennya reverse engineering sebelum nantinya saya betul-betul membuat dari nol.

Saya mulai ikut terlibat dalam project teman saya, yaitu membuat sistem untuk perusahaan multifinance. Disini saya mulai harus mengerti tentang bisnis dari klien dan pemahaman dasar programming karena saya nantinya adalah menjadi jembatan antara klien dengan developer.

Baca juga:  7 Usaha yang Cocok untuk Mahasiswa 2023, Dijamin Untung Banyak!

Walaupun di awal nggak ada requirement untuk punya pengetahuan basic IT, tapi ternyata ini dibutuhkan ketika bekerja sehingga mau tidak mau saya jadi harus belajar logika dasar programming. Tapi, saya tidak menjadikan itu sebagai beban karena pada akhirnya ilmu itu akan menjadi asset saya.

Coding startup

Selain belajar logika dasar programming, saya juga dituntut untuk mengerti bisnis proses dari klien yang pada projek saya kali ini adalah multifinance. Saya mulai belajar mengenai ilmu akunting dan istilah istilah keuangan.

Setelah selesai project system untuk multifinance, project kedua saya adalah untuk membuat IT Strategic Plan untuk sebuah perusahaan asuransi besar di Indonesia. Awalnya saya ragu apakah saya bisa mengerjakan project ini mengingat background saya yang bukan IT tapi harus membuat IT Strategic Plan untuk perusahaan orang lain, namun atasan saya selalu membantu dan mengarahkan apa saja yang harus dipelajari.

Di pembuatan Strategic Plan ini saya lebih banyak melakukan kegiatan business assessmentnya. Untuk strategic plan di bidang ITnya seperti data warehouse dan infrastructure saya dibantu oleh ahli DWH dan Infra di perusahaan saya.

Jangan takut untuk mencoba

Satu hal yang harus diingat bahwa disini kita tidak bekerja sendiri. Di perusahaan apapun semua bidang ada untuk saling melengkapi sehingga tidak perlu takut untuk mencoba pindah bidang ke bidang yang tidak pernah kita sentuh sebelumnya.

Di perusahaan IT pun, bukan hanya terdiri dari orang-orang IT saja, tapi dibutuhkan juga bagian lain seperti finance, HR, sales, dan lainnya. Jadi, walaupun kamu tidak memiliki pengalaman di bidang IT, kamu masih punya peluang yang besar kok untuk ikut arus pindah ke industri IT!

Bagikan:

Tinggalkan komentar