Ini bermula dari sebuah vonis dokter yang menyebutkan bahwa aku tidak bisa memiliki keturunan, kemudian mengakibatkan gagalnya aku menikahi Irma (seorang gadis yang aku pacari selama dua tahun lebih). Mungkin inilah yang dinamakan takdir cinta, jalan jodoh, atau rahasia ilahi, mengapa? Karena dua alasan tersebut, aku akhirnya bisa menikah dengan istriku sekarang. Coba bayangkan, jika seandainya aku tidak check up ke dokter, barangkali saat ini aku sudah menikah dengan Irma, bukan dengan Indah (istriku sekarang).
Jadi, setelah putusnya aku dengan irma, setelah pernikahan irma, aku mengalami sedikit depresi. Namun, meskipun depresi, aku terus menarik penumpang. Aku terus berkeyakinan, bahwa Tuhan pasti memiliki rencana yang lain untukku.
Aku masih ingat, waktu hari senin pukul 9 Pagi, ketika aku melewati daerah sunter, tiba-tiba ada customer yang nyantol, kemudian aku pick up customernya.
Waktu itu perasaanku biasa-biasa aja, tidak ada yang spesial, dadaku tidak berdugup, aku tidak merasakan apapun. Iya aku tahu, penumpangku kali ini cantik banget, meskipun tanpa riasan, aku sesekali melihat ke arahnya untuk mengajaknya ngobrol.
Customerku kali ini ingin diantar menuju sebuah rumah sakit.
Aku memulai percakapan dengan, “Siapa yang sakit mbak?”
“Gak ada yang sakit pak” Ujarnya singkat.
“Kiraen ada yang sakit mbak” Responku, aku tidak tahu harus merespon apa, dia dingin banget sepanjang perjalanan. Dia terlihat sibuk mencoret-coret bukunya.
Setelah tiba di rumah sakit, dia pun berlalu sambil tersenyum simpul, dan memberikan Rating 5.
Mendapati customer yang dingin gitu sebenarnya ada enak ga enaknya sih, ga enak karena kesannya horor aja, diem-dieman, namun di sisi yang lain, aku bisa konsentrasi menyetir dengan baik.
Empat hari berlalu……
Hari ini aku menuju salah satu rumah sakit si sekitaran sunter untuk melakukan check up, aku pengen membandingkan hasilnya.
Setelah melakukan pendaftaran dan mengantri, aku kemudian masuk menuju Poli penyakit Dalam. Aku diperiksa tekanan darahku oleh perawat, sebelum aku bertemu dengan spesialis penyakit dalam.
Kemudian aku bertemu dengan dokter spesialis penyakit dalam. Dokternya masih muda, cantik banget, tapi wajahnya seakan-akan aku kenal, tapi lupa kenal di mana. Aku kemudian menerka-nerka dalam hati, “Perasaan pernah lihat orang ini, tapi di mana ya…?”
“Baik, Pak Grabcar keluhannya apa?” Ujar dokter.
“???????” aku bingung. Belum sempat aku meresponnya, dia berkata
“Iniloh pak, saya yang beberapa hari lalu bapak antar, inget?” Ujarnya.
“Oh… iya iya, mbak dingin itu…” aku keceplosan.
“Dingin??? howalah… maaf ya pak, waktu itu, saya lagi ngerjain kasus. Bukan gamau ngobrol sama bapak.” Dia menjelaskan panjang lebar.
“Oh begitu ya bu dokter” aku akhirnya faham alasannya tidak “meladenin” obrolan basa-basiku.
“Jadi, keluhannya apa ya pak?” Ungkapnya.
“Begini buk. Bagaimana ngomongnya ya….?” Kok tiba-tiba aku jadi malu sendiri ya?
“Panggil Indah aja pak” Ungkap dokter cantik itu.
“Begini dokter, saya malu ngungkapinnya. Oh iya, jangan panggil pak dong, saya belum nikah, ditinggal nikah mah iya, hehe” saya mencoba mencari kalimat yang bagus untuk membahasakan keluhan saya.
“haduh… bapak ini bisa saja. Jadi, apa yang dikeluhkan pak?”
“Saya ingin melakukan check lab, apakah saya bisa memiliki keturunan apa tidak” saya akhirnya memberanikan diri.
“Mengapa bapak ingin melakukan test tersebut? apakah sebelumnya pernah melakukan test sejenis?”
“Iya bu dokter, saya dulu pernah melakukan tes ini, dan hasilnya saya dinyatakan gak bisa punya keturunan. Gara-gara inilah, saya gak jadi nikahin cewe saya. Eh kok malah curhat ya…” saya keceplosan lagi.
Begitulah sepenggal cerita pertemuan saya dengan Indah, istriku saat ini.
Baca cerita sebelumnya, kisahku ditinggal nikah, dan lanjutannya tentang pernikahan ku dengan Indah