Saat masih duduk di bangku kuliah, ada banyak sekali seminar yang saya ikuti. Mulai dari seminar yang diadakan kampus, sampai seminar di perguruan tinggi lain. Tujuannya? Mencari ilmu dan mendapatkan sertifikat hehehe.
Saat menghadiri seminar-seminar tersebut, saya selalu memperhatikan aksi para moderatornya. Menurut saya, mereka itu hebat sekali, karena selain harus menguasai materi, mereka juga harus bisa mengatur jalannya diskusi. Bahkan saya sempat membatin: “Duh, ingin deh bisa seperti mereka.”
Tak disangka, beberapa tahun setelah lulus kuliah, saya pun berkesempatan menjadi moderator pada sebuah diskusi dan seminar di bidang pendidikan. Wah, saat pertama kali dihubungi oleh pihak EO, girangnya bukan main!
Saya sempat merasa deg-degan juga sih, walau tak berlangsung lama. Yang ada, saya malah lebih semangat untuk mempersiapkan diri menghadapi tugas sebagai moderator seminar.
Nah, kalau di antara teman-teman ada yang ingin belajar menjadi moderator, simak pengalaman saya berikut ini ya.
Selalu berkoordinasi dengan pihak penyelenggara
Walaupun pada dasarnya tugas moderator itu sederhana, tapi sebisa mungkin kita harus mengetahui perkembangan acara seperti apa. Apalagi sering terjadi perubahan, baik dari sisi narasumber maupun materi.
Saat kita sering berkoordinasi dengan EO atau panitia, maka kita pun akan jauh lebih cepat menerima informasi perubahan tersebut, dan punya lebih banyak waktu untuk menyesuaikan diri.
Baca juga : Pengalaman Tes Telkom, Begini Tahapan Tesnya!
Mempelajari materi diskusi/seminar
Semakin kita menguasai materi diskusi, maka diskusi pun akan semakin berkembang. Walaupun pada dasarnya diskusi utama akan berlangsung antara narasumber dengan audiens, tetapi peran kita sebagai moderator pun sangat menentukan apakah diskusi dapat berlangsung dengan baik atau tidak.
Sebagai contoh, bila terjadi miskomunikasi antara pembicara dan peserta tentang suatu topik, maka seorang moderator yang menguasai materi akan lebih mudah menjernihkan situasi. Bisa dibayangkan bukan, apabila moderator tak mampu menjalankan perannya dengan baik?
Selain itu, terkadang di awal acara, peserta masih “malu-malu” untuk mengajukan pertanyaan pada narasumber. Nah, di sinilah moderator harus bisa memberi pertanyaan “pancingan” yang berfungsi agar peserta jadi berani untuk mengajukan pertanyaan juga.
Membuat daftar pertanyaan untuk narasumber
Sebelum acara seminar dimulai, saya biasanya membuat banyak sekali daftar pertanyaan untuk narasumber, yang berkaitan dengan tema diskusi. Saya ingat, saat menjadi moderator untuk pertama kalinya itu saya membuat sekitar 120 pertanyaan. Banyak sekali memang.
Walaupun pada akhirnya hanya 7 pertanyaan saja yang sempat saya ajukan (karena sebagian besar pertanyaan datang dari peserta seminar), itu tak jadi masalah. Yang terpenting adalah saya sudah mengantisipasi keadaan dengan membuat sebanyak mungkin pertanyaan dan bahan diskusi.
Baca juga : Menghilangkan Demam Panggung Saat Menjadi MC? Ini Dia Caraku!
Mempelajari latar belakang narasumber
Selalu pelajari latar belakang narasumber yang akan menjadi pembicara, terutama latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Pastikan juga kita sudah belajar bagaimana cara pengucapan gelar yang bersangkutan, terutama bila gelar tersebut berasal dari bahasa asing.
Saya pernah menghadiri seminar di mana moderatornya salah mengucapkan gelar sang narasumber, dan mengakibatkan terjadi suasana yang kurang enak, karena moderator tadi tak menyadari kesalahannya. Ia mengulangi kesalahan pengucapan gelar tadi sampai beberapa kali, hingga akhirnya dibetulkan oleh salah seorang panitia.
Sekilas seperti yang sepele memang, tapi itu bisa mengganggu suasana lho! Apalagi sang narasumber pun jadi sedikit kesal akibat peristiwa tadi. Bisa dimaklumi memang, karena mendapat gelar pendidikan kan tidak mudah. Nah, bagi saya ini jadi pelajaran yang sangat berharga.
Mempelajari karakter audiens
Setiap seminar memiliki audiens-nya masing-masing. Misalkan seminar tentang prospek pencarian kerja yang banyak diisi oleh para mahasiswa tentu berbeda dengan seminar tentang pentingnya ASI yang kemungkinan besar lebih banyak diisi oleh ibu-ibu muda.
Maka dari itu, gaya penyampaiannya pun harus bisa disesuaikan. Gunakan juga bahasa yang sesuai dengan masing-masing audiens, agar mereka lebih nyaman dalam mengikuti seminarnya.
Baca juga : Pengalaman Liburan Ke Jepang Solo Trip, Seru Gak?
Menyiapkan ice breaker
Ice breaker adalah sesi yang biasanya disiapkan oleh moderator atau pembawa acara untuk mencairkan suasana. Bentuknya bisa macam-macam sih, mulai melemparkan lelucon, bercerita, menonton video singkat, kuis, games berhadiah, atau bernyanyi.
Intinya, bentuk seperti apapun tak masalah, asalkan sesuai dengan karakter peserta seminar. Kita bisa menyiapkan sebanyak mungkin ice breaker untuk berjaga-jaga. Kalau saya sih biasanya memiliki stok ice breaker yang cukup banyak, sekitar 25-30 untuk setiap acara.
Berbeda dengan acara santai, biasanya seminar memang cenderung lebih serius. Oleh karena itu, pastikan juga untuk mempertimbangkan hal ini saat akan memilih jenis ice breaker yang digunakan ya.
Menjadi moderator memang menyenangkan. Ada banyak ilmu yang bisa didapatkan sambil bekerja. Yang paling penting, selalu siapkan diri sebaik-baiknya agar manfaat menjadi moderator pun bisa didapatkan secara maksimal.
Satu hal lagi nih, jangan lupa berdoa sebelum memulai pekerjaan, agar hati pun terasa lebih tenang. Selamat bertugas menjadi moderator!