Pengalaman Gap Year Demi Masuk Universitas Terbaik di Indonesia

Apa yang akan kamu lakukan setelah lulus SMA nanti? Pasti kamu dihadapkan oleh dua pilihan, yaitu kuliah atau kerja. Bagi kamu yang mendapat dukungan finansial dari orangtua, kuliah tentu menjadi pilihan yang lazim diambil. Lalu, bagaimana dengan kamu yang tak ingin membebani orangtua dengan biaya kuliah?

Inilah pengalamanku, yang memilih untuk gap year demi membiayai kuliahku sendiri. Bagi yang belum tahu, gap year adalah istilah yang digunakan bagi orang-orang yang memilih untuk istirahat satu tahun guna mempersiapkan diri untuk tes masuk perguruan tinggi di tahun berikutnya.

Kenapa sih, milih gap year? Pertanyaan ini kerap datang dari teman-teman yang memilih untuk langsung kuliah setelah lulus SMA.

Dua Faktor Utama Memilih Gap Year

1. Ekonomi

Sepertinya, faktor yang satu ini selalu menempati posisi pertama penyebab para anak muda enggan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bisa dibilang, ekonomi keluargaku sedang tidak baik pada saat itu. Namun, keinginanku untuk kuliah tak dapat terbendung.

Aku gagal di tes SNMPTN karena berambisi masuk universitas yang berada di luar regional tempat tinggalku. Di percobaan yang kedua, yaitu SBMPTN aku kembali gagal. Kali ini karena masalah yang konyol, yaitu aku lupa menulis kode soal yang merupakan kesalahan fatal.

Melihatku yang sempat stress, membuat ibuku berniat mendaftarkanku ke salah satu perguruan tinggi negeri di Jawa Timur lewat jalur mandiri. Singkat cerita aku menolak tawaran ibuku, karena tahu bahwa uang pangkal dan juga UKT di universitas tersebut cukup tinggi.

Ibu akan kesulitan membiayaiku, padahal aku punya dua orang adik yang harus dibiayai juga. Terlebih lagi, ibuku adalah seorang single parent, karena ayahku meninggal saat aku SMP.

Baca Juga: Strategi Memilih Jurusan, Bersiap Menuju Bangku Perkuliahan!

2. Universitas

Di saat yang lain memikirkan jurusan apa yang cocok dengan mereka, aku lebih mempertimbangkan universitas. Di jurusan apa pun, kalau aku bangga dengan almamaterku, aku akan belajar dengan giat, pikirku. Ini adalah salah satu alasan kenapa aku menolak tawaran untuk daftar mandiri di perguruan tinggi pilihan ibuku.

Baca juga:  Pengalaman 5 Cara Ampuh Menurunkan Berat Badan, Buat yang OverWeight!

Alasan ini pula yang membuatku nekat daftar SNMPTN ke universitas di luar regionalku. Karena, aku memang ingin kuliah di universitas terbaik di Indonesia, yang letaknya ada di Yogyakarta. Ya, itu adalah Universitas Gadjah Mada. Sejak SMP, aku berambisi untuk masuk ke UGM.

Apa sih, yang kamu lakukan ketika gap year? Ini adalah pertanyaan kedua yang sering muncul. Sebenarnya ada dua hal yang bisa dipilih oleh para pejuang gap year, yaitu belajar dan bekerja. Keduanya sama-sama untuk mempersiapkan diri di tahun berikutnya, yaitu mempersiakan diri dalam hal ilmu pengetahuan dan juga finansial. Semua pilihan itu tergantung tujuan awal masing-masing individu, mengapa memilih gap year.

Kalau aku, tujuanku selama gap year adalah mengumpulkan pundi-pundi uang supaya aku bisa kuliah, atau minimal membiayai tes masuk perguruan tinggi dengan uangku sendiri. Jadi, semenjak lulus SMA, aku memilih untuk bekerja.

Setiap pilihan pasti memiliki risiko dan tantangannya masing-masing. Lalu, apa saja sih tantangan dan risiko dari gap year?

Tantangan dan Risiko Gap Year

Baca Juga : Tertarik Kuliah di Kedokteran Hewan? Ini yang Harus Kamu Persiapkan

1. Ditentang Orangtua

Tak jarang pilihan gap year mendapat tantangan, biasanya dengan alasan orangtua ingin anaknya fokus belajar saja. Nah, di saat seperti ini, saatnya anak mampu memberikan penjelasan kepada orangtua mengenai keputusan yang dipilih.

Baca Juga : Tak Mau Merepotkan Orangtua, Begini Rasanya Kuliah Sambil Kerja

2. Kesulitan Belajar

Memilih bekerja adalah keputusan paling berani yang aku ambil ketika gap year. Ketika para pelaku gap year yang lain menyibukkan diri dengan belajar dan juga mengambil kelas intensif di lembaga bimbingan belajar, aku memilih untuk bekerja.

Awalnya sempat kesulitan untuk mencari waktu belajar. Tapi akhirnya aku sadar, bahwa waktu belajar bukan untuk dicari, tapi dibuat. Aku pun memutuskan untuk rutin belajar setelah bekerja. Tak perlu lama-lama, cukup 1-2 jam rutin di malam hari.

3. Menurunnya Semangat Kuliah

Ini adalah masalah serius yang pasti dialami oleh para pelaku gap year, baik yang memutuskan untuk belajar maupun bekerja. Bagi yang memilih untuk belajar, ada kalanya rasa jenuh karena rutinitas yang monoton membuat diri berpikir untuk menyerah.

Baca juga:  Wajib Tahu 5 Cara Mengajar yang Menyenangkan dan Tidak Membosankan!

Begitu juga dengan yang memilih untuk bekerja, selain rasa jenuh, godaan biasanya datang dari uang. Rasanya bekerja dan mendapatkan uang lebih menjanjikan dari pada kuliah yang belum pasti didapatkan.

Ketika semangat kuliah mulai turun, hal yang perlu diingat adalah tujuan awal gap year, yaitu mempersiapkan diri untuk kuliah di tahun berikutnya.

4. Rasa Iri dan Rendah Diri pada Teman yang Sudah Kuliah

Tak bisa dipungkiri, rasa iri dengan teman-teman yang telah masuk kuliah pasti sesekali hinggap. Apalagi ketika melihat media sosial atau mendengar cerita tentang kesibukan, keseruan, dan seputar kehidupannya sebagai mahasiswa ketika berkumpul dengan teman.

Hal ini yang biasanya menjadi racun dan membuat para pelaku gap year menjadi rendah diri. Padahal, dari pada merasa iri atau malah rendah diri, hal ini bisa menjadi cambuk agar lebih semangat dalam belajar maupun bekerja dengan tetap memegang teguh tekad untuk kuliah di tahun berikutnya.

5. Perlu Menyesuaikan Diri dengan Ritme Belajar di Perkuliahan

Nah, ini adalah salah satu risiko gap year yang dirasakan ketika kuliah. Tak bisa dipungkiri, ada perbedaan ketika kamu langsung kuliah setelah lulus SMA dibandingkan dengan memilih gap year. Anak-anak yang langsung kuliah masih bisa membawa ritme belajar ketika SMA dan beradaptasi dengan lebih cepat.

Sedangkan, bagi pelaku gap year, harus membangun dari nol untuk mendapatkan ritme belajar baru karena ritme belajar atau bekerja yang dilakukan selama satu tahun gap year berbeda dengan yketika SMA.

Berbicara mengenai risiko dan tantangan, tentu semua yang kutuliskan adalah apa yang telah aku alami. Tapi, setiap risiko dan juga tantangan pasti punya berbagai cara untuk mengatasinya. Nah, berikut adalah tips menjalani gap year supaya kamu tetap bisa bertahan hingga waktu kuliah datang.

Tips Menjalani Gap Year

1. Bulatkan tekad

Jangan lupa untuk membulatkan tekadmu untuk berkuliah di tahun berikutnya. Selain sebagai penyemangat, tekad ini juga bisa menjadi pengingat ketika mulai terbesit pikiran untuk menyerah.

Baca juga:  Pengalaman Kerja di Kedutaan Myanmar Sebagai Data Entry

2. Belajar rutin

Rutin belajar adalah salah satu kunci kelancaran gap year. Tak perlu lama-lama, kamu perlu menetapkan waktu efektif belajarmu kemudian melakukannya setiap hari selama setahun. Ingat, bahwa kulitas lebih penting dari pada kuantitas dalam hal belajar.

3. Ambil waktu libur

Kegiatan yang monoton tentu mudah membuatmu mengalami stress. Jadi, jangan ragu mengambil waktu istirahat untuk refreshing dan juga healing.

4. Minta restu orangtua

Salah satu hal utama yang tak boleh terlupa adalah restu orangtua. Sebelum memutuskan untuk gap year, pastikan bahwa kamu mendapat restu orangtua. Keputusan memang ada di tanganmu, tapi restu orangtua akan menjadi dukungan utama bagimu.

5. Berdoa

Yup, ada yang bilang usaha tanpa doa adalah sia-sia. Semua mimpi dan harapanmu tidak akan tercapai begitu saja tanpa campur tangan Tuhan. Jadi, jangan lupa untuk merayu Tuhan dengan doa paling tulus.

Itulah cerita seputar gap year yang aku alami. Penasaran dengan hasil gap year ku selama satu tahun? Atas izin Tuhan, akhirnya aku masuk ke universitas impianku, Universitas Gadjah Mada di fakultas yang tak pernah berani kuimpikan, yaitu Fakultas Kedokteran Hewan. Dan aku bisa membiayai hidupku sendiri selama masa transisi kuliah.

Bagi kamu yang saat ini masih bimbang antara kuliah atau kerja, ingat bahwa pilihan ada di tanganmu. Dan setiap pilihan ada risikonya. Libatkan Tuhan dalam semua keputusan yang kamu ambil.

Jangan pernah main-main dengan masa depan. Dari pada harus mengikuti arus dan masuk ke tempat yang tidak kamu harapkan, kamu bisa menunda dan berusaha memperjuangkan apa yang kamu inginkan. Jika gap year adalah pilihanmu, jangan takut untuk menjalaninya.

Yakinlah bahwa dengan izin Tuhan kamu bisa melaluinya dan memperoleh yang terbaik untukmu di tahun berikutnya.

Bagikan:

Tinggalkan komentar